TEMPO.CO, Yogyakarta - Layanan ojek yang dirintis penyandang difabel, Difa Bike asal Yogyakarta ogah terstigma eksklusif bahwa layanannya transportasi onlinenya hanya dikhususnya untuk penyandang disabilitas.
“Pekerjaan rumah terbesar kami bagaimana layanan Difa Bike ini bisa masuk pasarnya Go-Jek dan Grab, karena tujuan kami bukan meng-eksklusifkan diri,” ujar pendiri Difa Bike Triyono saat ditemui Tempo di Kota Yogyakarta Rabu 26 November 2019.
Layanan yang kini memiliki total 26 driver yang seluruhnya penyandang disabilitas itu punya visi bahwa layanannya bisa dinikmati dan bermanfaat bagi semua orang tanpa kecuali.
“Sampai detik ini hal itu (menginklusifkan laynanan) yang terberat, karena masyarakat umum sebagian memang belum bisa percaya dengan mobilitas kami,” ujarnya.
Difa Bike pun, sejak beroperasi 2014 silam, ujar Triyono baru memenangkan pasar khusus yakni kaum penyandang disabilitas. Belum bisa menikmati pasar dari masyarakat umum.
Untuk merebut sebagian pasar pengguna Grab dan Go-Jek itu Difa Bike pun sudah berbenah banyak. Triyono menuturkan, layanan itu juga sudah disertai aplikasi pemesanan Difa Bike di platform Play Store yang user friendly dengan tarif yang juga diklaimnya sangat bersaing.
Misalnya jika pelanggan hendak memesan layanan melalui aplikasi Difa Bike, pertama di menu akan diminta untuk memilih jenis layanannya, apakah untuk wisata, umum dan khusus (difabel). Pemilihan layanan ini penting untuk menentukan pengemudi mana dan jenis sarana moda yang akan diterjunkan.
Adapun tarif yang dipatok yakni Rp 20 ribu per lima kilometer untuk layanan khusus (difabel) dan Rp 25 ribu per lima kilometer untuk umum. Jika jarak tempuh lebih dari lima kilometer, maka hitungannya Rp 2.500 per kilometer dan hitungan masa tunggu kurang dari satu jam dikenai tambahan Rp 10 ribu. Apabila dalam layanan masa tunggu lebih dari 1 jam maka langsung dihitung dengan sistem carter (maksimal 4 jam) yakni Rp 100 ribu per jam untuk layanan khusus difabel dan Rp 125 untuk layanan umum.
Saat ini rata-rata tarikan per hari normal tiap driver Difa Bike rata rata sekitar 4 kali sehari dan di akhir pekan atau masa liburan sampai 12 kali.
Triyono berseloroh jika pelanggan membawa barang dan untuk carter Go Car atau Grab Car merasa tarifnya terlalu mahal, maka sebenarnya bisa menggunakan jasa layanannya yang berupa moda roda tiga.
“Kami intinya bukan masalah uangnya tapi misi kami untuk berkomunikasi dengan sesama manusia, bukan terkota difabel –non difabel terus hubungannya,” ujarnya.
Misi kesetaraan lewat layanan transportasi itu menurut Triyono justru lambat laun akan mengurai diskriminasi yang terjadi pada penyandang disabilitas selama ini.
“Stigmanya selama ini difabel menjadi beban, tapi dengan layanan ini kami membuktikan ada yang bisa kami perbuat tak hanya untuk difabel tapi juga masyarakat umum,” ujarnya.
Dengan layanan itu, Triyono mengatakan ia berharap orang mulai berpikir bahwa difabel pun enjoy enjoy saja dan menjalani hidup sesuai porsi keterbatasan fisik yang dimiliki.