
Area parkir liar di dekat Masjid Istiqlal Jakarta pada momen Salat Idul Adha 2025. Juru parkir liar mematok tarif Rp 10.000 bagi motor dan Rp 30.000 bagi mobil untuk parkir. TEMPO/Vedro Imanuel.
GOOTO.COM, Jakarta - Perkumpulan Pengelola dan Penyedia Solusi Parkir Indonesia (IPA) menggelar forum diskusi yang menyoroti soal parkir liar di wilayah DKI Jakarta. Dalam penanganan parkir liar ini diperlukan kolaborasi antar pengusaha pengelola parkir, organisasi kemasyarakatan, dan pemerintah.
Kepala Satuan Pelaksana Prasarana dan Sarana UPT Parkir Dinas Perhubungan DKI Jakarta, M. Hari Bowo mengatakan bahwa tarif parkir liar kerap kali melebihi ketentuan yang diatur pemerintah. Meski sudah dilakukan penindakan, namun praktik tersebut masih terus terjadi.
"Penertiban memang sudah berjalan, tetapi perlu konsistensi dan sinergi dengan pihak lain, termasuk pengelola dan masyarakat," ucap Hari dalam keterangan resmi yang diterima Gooto.
Sementara itu Sekretaris Jenderal IPA Bidang Dalam Negeri Aditya Susetya menuturkan bahwa adanya parkir liar ini berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan-perusahaan parkir resmi. "Keberadaan oknum dan ketidaktegasan dalam penegakkan hukum menjadi celah yang dimanfaatkan pihak tidak bertanggung jawab," ujarnya.
Adapun masalah parkir liar ini kerap dikaitkan dengan keterlibatan sebagian anggota masyarakat, yang kerap bersinggungan dengan ormas. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal GRIB Jaya Zulfikar.
"Kebanyakan dari mereka tidak mendapatkan akses pekerjaan yang layak. Jika pemerintah dan swasta mau membuka peluang kerja resmi, fenomena parkir liar ini bisa ditekan," ucap Zulfikar.
Tidak hanya itu, sejumlah pedagang dan konsumen di pasar tradisional juga mengeluhkan soal tingginya tarif parkir resmi. Sekretaris Umum Induk Koperasi Pedagang Pasar (INKOPPAS), Andrian Lame Muhar mengatakan juga mengkritisi soal sistem pembayaran parkir berbasis digital yang belum sepenuhnya sesuai dengan karakteristik pengunjung pasar tradisional.
"Tarifnya setara dengan mal, konsumen jadi enggan berlama-lama di pasar, bahkan lebih memilih belanja daring. Penerapan sistem non-tunai juga harus dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi lokal," kata Andrian.
Imbas maraknya parkir liar ini, tidak sedikit lokasi parkir liar menggunakan trotoar yang seharusnya menjadi hak pejalan kaki. Koalisi Pejalan Kaki menekankan terkait pelanggaran hak pejalan kaki dari penggunaan trotoar untuk parkir liar ini.
"Kami mempertanyakan apakah ada dasar hukum yang cukup kuat untuk menindak pelaku liar di ruang publik?" ujar Alfred, perwakilan dari Koalisi Pejalan Kaki.
Menanggapi hal itu, Hari Bowo mengatakan bahwa minimnya fasilitas parkir, terutama untuk sepeda motor, menjadi salah satu penyebab munculnya parkir liar. Dia menyontohkan yang terjadi di sekitar pusat perbelanjaan Grand Indonesia, Jakarta, yang belum menyediakan parkir motor.
"Kami akan mengimbau pengelola gedung untuk menyiapkan lahan parkir yang memadai. Ini penting untuk mencegah tumbuhnya parkir liar," ujar Hari.
Dalam forum IPA ini, didapatkan rekomendasi agar dilibatkan warga sekitar dalam sistem parkir resmi, pengawasan ketat terhadap praktik pungutan liar, penyediaan asuransi kehilangan kendaraan, serta pengembangan program insentif seperti kupon undian parkir untuk menarik pengunjung pasar.
"Pasar tidak akan hidup jika pengunjung terbebani oleh tarif yang tinggi dan sistem yang menyulitkan. Inovasi pelayanan dan manajemen yang terintegrasi menjadi kunci," kata Andrian memungkasi.