
Baterai mobil listrik Aletra. (Dok Aletra)
GOOTO.COM, Jakarta - Pemerintah Indonesia mendorong agar produsen kendaraan listrik beralih menggunakan baterai berbasis nikel, karena selama ini masih banyak yang menggunakan baterai lithium. Menanggapi hal tersebut, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai imbauan itu masih perlu kajian menyeluruh terkait skala keekonomian.
"Imbauan itu bagus, tapi jangan lupa, yang utama adalah skala keekonomian. Kalau tidak ekonomis, pabrikan tidak akan mau berinvestasi di sini," kata Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara, dikutip dari situs berita Antara pada hari ini, Sabtu, 9 Agustus 2025.
Kukuh tidak memungkiri jika penggunaan nikel ini bisa meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Hanya saja, penerapannya tidak bisa diseragamkan karena mempertimbangkan kesiapan industri dan perbedaan teknologi dari tiap pabrikan kendaraan.
Dia juga menjelaskan bahwa setiap produsen otomotif memiliki teknologi dan strategi yang berbeda. Jadi, meskipun bahan baku nikel tersedia, namun proses produksi baterai ini bergantung pada aspek teknis yang kompleks dan menjadi rahasia dapur masing-masing pabrikan otomotif.
"Tidak bisa sekadar dicetak dan langsung dipakai. Kinerja baterai berkaitan langsung dengan teknologi masing-masing merek," ucap Kukuh menjelaskan.
Menurut kukuh, volume produksi kendaraan listrik di Indonesia saat ini masih terbatas, sehingga untuk membangun ekosistem baterai nikel skala besar diperlukan potensi pasar yang realistis. Dia menuturkan bahwa tanpa skala produksi yang besar, biaya produksi akan tetap tinggi dan sulit bersaing di tingkat global.
Kukuh menyontohkan, Cina bisa menjadi industri EV yang berhasil karena adanya dukungan kuat untuk riset dan pengembangan berkelanjutan. Wacana penggunaan baterai nikel di Indonesia akan membuat biaya logistik turun karena baterai merupakan komponen berat dan besar.
Oleh sebab itu, dirinya mengatakan bahwa setiap kebijakan harus memperhitungkan transisi industri secara bijak dan tidak mengganggu stabilitas industri otomotif yang telah berkembang.
"Tujuan utamanya adalah menuju emisi nol karbon yang bisa dicapai dengan berbagai cara. Jadi, mari optimalkan yang sudah sambil tetap mendorong pengembangan lokal secara bertahap dan masuk akal," ujar Kukuh.
Diberitakan Gooto sebelumnya, Pemerintah Indonesia mendorong agar produsen kendaraan listrik di Indonesia beralih menggunakan baterai berbasis nikel, karena selama ini masih banyak yang menggunakan baterai lithium. Hal itu disampaikan oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo.
"Pelan-pelan kami mendorong regulasi untuk pabrik-pabrik EV Indonesia sekarang, yang produsen mobilnya, supaya shifting juga dari lithium base ke nickel base," kata Kartika.
Kartika menuturkan bahwa BUMN saat ini sudah memiliki proyek baterai kendaraan listrik, seperti proyek kerja sama dengan CATL dan Huayou. BUMN juga mendorong penambahan porsi investasi di industri antara (midstream).
"Karena sekarang banyak pabrik yang beroperasi di Indonesia kan masih lithium base. Kami ingin support dari kementerian-kementerian lain agar ada insentif buat shifting ke nickel base baterai juga di Indonesia," ucapnya.
Dirinya menuturkan bahwa permintaan baterai secara global hingga tahun 2040 mencapai 8.800 gigawatt hour (GWh). Kartika menilai Indonesia bisa mengambil peranan itu dengan cara mengamankan suplai bahan baku, meningkatkan efisiensi rantai pasok, serta melakukan kerja sama dan kolaborasi strategis.
Pilihan Editor: DFSK dan Seres Catat 565 SPK di GIIAS 2025, Ini Model Terlarisnya