Mimpi Jules Bianchi yang Tak Sampai
Reporter: Tempo.co
Editor: Burhan Sholihin Koran - Red. Ut
Rabu, 22 Juli 2015 14:04 WIB
Pembalap Formula 1, Jules Bianchi. Mark Thompson/Getty Images
Iklan
Iklan

TEMPO.CO, NICE - Lagu Hotel California diputar saat peti jenazah Jules Bianchi diangkut memasuki Katedral Sainte-Reparate di Nice, Prancis, kemarin. Sebagaimana dilaporkan situs Abc.net.au, helm full-face miliknya diletakkan di atas peti itu.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jumat pekan lalu waktu setempat, Bianchi mengembuskan napas terakhirnya setelah sembilan bulan berada dalam kondisi koma di Centre Hospitalier Universitaire (CHU), Nice. Oktober tahun lalu, pembalap kelahiran 3 Agustus 1989 ini mengalami kecelakaan hebat saat berlomba di Grand Prix Jepang di Sirkuit Suzuka. Bianchi tak bisa mengendalikan mobilnya di atas jalan yang dibasahi hujan sebelum menabrak sebuah recovery truck dengan kecepatan 200 kilometer per jam. Ia mengalami cedera otak parah.

Rumah sakit tempat Bianchi dirawat hanya berjarak sekitar 20 kilometer dari Circuit de Monaco, tempat ia mencetak poin pertamanya dalam kompetisi balap mobil bergengsi Formula 1. Saat itu, ia finis di posisi kesembilan. Itu bukan hanya poin pertama bagi Bianchi, tapi juga bagi timnya, Marussia, yang menggunakan mesin Ferrari. Ia pun disebut-sebut sebagai salah satu pembalap masa depan Ferrari, tim idamannya.

"Jules selalu berada di Maranello. Setiap hari, ia datang ke pabrik untuk menumbuhkan dan memelihara mimpinya menjadi pembalap Ferrari," kata mantan kepala tim Ferrari, Stefano Domenicali. "Ide kami saat itu, setelah Marussia, ia akan pergi ke tim lain dan menyiapkan diri untuk melakukan lompatan besar. Itu yang kami rencanakan beberapa tahun lalu. Tapi sayangnya takdir membawanya pergi."

Rencana menjadikan Bianchi sebagai pembalap Ferrari itu juga diungkapkan mantan presiden Ferrari, Luca Di Montezemolo, yang posisinya digantikan Sergio Marchionne setelah kecelakaan yang dialami Bianchi terjadi. Di Montezemolo mengatakan pihaknya ingin mengontrak Bianchi setelah kerja sama dengan Kimi Raikkonen selesai. Jika tak ada kecelakaan itu, tahun depan mungkin Bianchi akan menggantikan posisi Raikkonen, yang performanya tidak terlalu memuaskan.

"Jules adalah salah satu dari kami, bagian dari keluarga Ferrari," ujar Di Montezemolo soal Bianchi, yang dibina di Ferrari Driver Academy sejak 2009. “Insiden Suzuka merebut orang berkualitas tinggi dari kami. Ia pendiam, cepat, sangat berpendidikan, dan sangat dekat dengan Ferrari, sangat tahu bagaimana berinteraksi dengan teknisi."

Bianchi adalah pembalap Formula 1 pertama yang meninggal akibat kecelakaan di lintasan balap sejak kejadian yang menimpa Ayrton Senna, juara dunia tiga kali, di San Marino pada 1994. Di pemakaman Bianchi, rival utama Senna, Alain Prost, juga hadir di antara orang-orang yang berduka.

Pembalap-pembalap Formula 1 lainnya juga turut hadir dalam ibadah pemakan Bianchi, termasuk juara dunia Lewis Hamilton. Pembalap Inggris itu berkicau lewat akun Twitter-nya, "Ini hari yang sangat menyedihkan, kawan-kawan. Mari berdoa untuk orang-orang terdekat Jules. RIP Jules. Tuhan memberkati."

Sedangkan Roman Grosjean, pembalap yang juga rekan senegara Bianchi, mengatakan, "Kemarin kita kehilangan salah satu pembalap dan pribadi terbaik yang pernah saya temui. Saya sangat merindukanmu, Kawan.”

Organisasi yang menaungi Formula 1, FIA, pun memberikan penghormatan kepada Bianchi. Presiden FIA Jean Todt mengatakan nomor 17 tidak akan lagi digunakan di F1. "Nomor mobil balap dipilih secara pribadi oleh setiap pembalap. Jadi FIA percaya bahwa mempensiunkan nomor 17 milik Jules Bianchi adalah tindakan yang tepat," kata Todt dalam situs resmi FIA. "Nomor ini tak bisa digunakan lagi untuk berkompetisi di Kejuaraan Fomula 1 FIA."

Tentu saja kesedihan paling dalam dirasakan keluarga Bianchi. "Jules berjuang hingga titik paling akhir. Tapi hari ini pertarungannya selesai," demikian pernyataan resmi keluarganya, saat mengumumkan kematian Bianchi. "Kepedihan yang kami rasakan sangat besar dan tak terlukiskan.”

Dalam pernyataan itu pula keluarga Bianchi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berusaha menyelamatkan anak kebanggaan mereka. “Kami ingin berterima kasih kepada staf medis di (rumah sakit) CHU Nice yang merawatnya dengan cinta dan dedikasi. Kami juga beterima kasih kepada staf Pusat Medis Umum di Perfektur Mie (Jepang) yang merawat Jules segera setelah kecelakaan, dan juga kepada dokter-dokter yang telah merawat Jules selama beberapa bulan terakhir,” demikian bunyi pernyataan itu.

Keluarga Bianchi juga menyatakan dukungan orang-orang terhadap Bianchi selama masa koma membantu mereka melalui masa-masa susah. “Hal itu memberikan kekuatan luar biasa dan membantu kami menghadapi situasi sulit tersebut. Mendengar dan membaca banyak pesan menyadarkan kami betapa Jules telah menyentuh hati dan pikiran banyak orang di seluruh dunia,” kata mereka.  

Tak terkecuali Romo Sylvain Brison, yang memimpin ibadah pemakaman Bianchi. Ia pun merasa tersentuh. "Kematian Jules benar-benar tidak adil," kata Romo Brison kepada hadirin. "Dia sedang bahagia karena telah mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan. Formula 1 adalah hidupnya, keahliannya. Dia adalah orang berperawakan besar, juga dalam soal kerendahan hatinya.”

Pada akhir sesi ibadah, jenazah Bianchi dibawa ke luar gereja. Sebastian Vettel, pembalap utama Ferrari, turut mengangkut peti jenazah itu.  

THE GUARDIAN | THE TELEGRAPH | BBC

Iklan

 

 

 

BERITA TERKAIT


Rekomendasi