
Rio Haryanto, pembalap Manor Racing F1 asal Indonesia, mengenakan pelindung kepala tahan api sebelum mengikuti latihan ketiga Australian Formula One Grand Prix di Melbourne, 19 maret 2016. REUTERS/Brandon Malone
TEMPO.CO, Jakarta - Pembalap Indonesia, Rio Haryanto, akan menjalani balapan Formula 1 ketiganya di GP Cina akhir minggu ini. Ia menargetkan bisa kembali finis, seperti saat menempati urutan ke-17 dalam lomba sebelumnya di Sirkuit Internasional Bahrain.
Sebelum Rio bertolak ke Shanghai, Tempo sempat bertanya soal kesiapannya menghadapi balapan ini. Salah satu pertanyaan yang diajukan, apakah dia punya ritual khusus saat menjalani lomba F1?
Pertanyaan itu diajukan karena ritual tertentu, yang kadang terdengar aneh, tak jarang dilakukan para atlet. Bahkan banyak di antaranya yang percaya bahwa performanya akan rusak jika hal itu ditinggalkan.
Bintang basket NBA, LeBron James, misalnya, memiliki kebiasaan khusus yang nyaris tak pernah ditinggalkan sebelum berlomba. Selain memakai pelindung gigi, ia selalu mengambil bedak dan melemparkannya ke udara yang secara dramatis membuat awan putih tampak berarak di udara. Atlet tenis putri nomor satu dunia, Serena Williams, punya ritual berbeda. Ia selalu mengenakan satu kaus kaki yang sama untuk sebuah turnamen.
Adapun bintang Real Madrid, Cristiano Ronaldo, memiliki kebiasaan tetap sebelum bertanding: menempati posisi duduk yang sama di bus tim, meletakkan perlengkapannya dalam urutan tertentu, membasahi rambutnya dengan air lalu menariknya ke belakang, dan mengintip ke cermin di ruang ganti sebelum berjalan menuju lapangan.
Lantas adakah ritual tertentu yang biasa dilakukan Rio sebelum berlomba?
Ia menjawab bahwa tak ada ritual khusus. "Hanya berdoa dan harus lebih cepat masuk kokpit ketimbang rekan setim. Hal itu untuk menambah rasa percaya diri dan agar terlihat lebih siap," kata pembalap 23 tahun itu.
Pada kesempatan terpisah, Rio juga menekankan bahwa ia kini sudah bisa kian beradaptasi dengan mobilnya. Fisiknya juga ia rasakan lebih prima dan tak mudah lelah saat di Bahrain. “Sudah bisa gas pollah di Shanghai,” ujarnya di Jakarta, Jumat lalu.
Salah satu pengalaman berharga yang diperoleh pembalap tim Manor ini di Bahrain adalah soal penggunaan ban. Ia mengaku salah prediksi saat balapan keduanya itu. Tiga variasi ban yang ia pilih dalam balapan di Bahrain adalah lunak, lunak, dan medium. Seharusnya pilihan paling tepat untuk melaju di Sirkuit Internasional Bahrain adalah lunak, lunak, dan superlunak.
Menurut Rio, pemilihan ban sudah didiskusikan dengan tim dan teknisinya dua jam sebelum balapan dimulai. Saat itu, ucap dia, tim dan teknisinya memprediksi pilihan ban yang paling tepat adalah lunak, lunak, dan medium. Ia menjelaskan, sebagai rookie (pendatang baru), ia mengikuti saran timnya. “Tapi ternyata prediksinya salah,” tuturnya.
Tak hanya masalah ban, adaptasi dengan mobil Formula 1 juga terus ia lakukan. Perbedaan paling signifikan ia rasakan adalah jumlah tombol di setir mobil. Saat di GP2, tombol yang harus ia atur hanya empat. Di mobil Formula 1, ada 30 tombol yang harus ia atur.
Rio mengatakan bagian tersulit dalam balapan F1 adalah mengatur bahan bakar. Dalam F1, ucap dia, pembalap tidak bisa mengisi bahan bakar saat di pit stop. Jadi ia harus mengatur bahan bakar melalui salah satu tombol pada setirnya. Jika salah atur, risikonya bisa tak mencapai finis. “Sekarang mulai familiar. Saya lebih percaya diri. Mudah-mudahan, di seri-seri berikutnya, saya bisa lebih baik,” ujarnya.
TRI ARTINING | NS