Mobil Berbahan Bakar Fosil Akan Dilarang pada 2040
Reporter: Tempo.co
Editor: wawan priyanto
Senin, 4 September 2017 17:42 WIB
Presiden Toyota Motor Corp. Akio Toyoda (kiri) berpose di depan Tesla Roadster electric car bersama Chief Executive Tesla Motor Inc. Elon Musk di Tokyo, Jepang, Jumat (12/11). (REUTERS/Issei Kato)
Iklan
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan bertanya kepada para peserta diskusi percepatan kendaraan listrik. "Setuju tidak jika pemerintah melarang penjualan kendaraan berbahan bakar bensin dan diesel?" ujar Jonan di Hotel Sofitel, Bali, Kamis, 24 Agustus 2017. Puluhan peserta yang terdiri atas pelaku industri otomotif, akademikus, dan birokrat kompak menjawab setuju.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mendapat jawaban itu, Jonan kembali bertanya kapan sebaiknya pelarangan tersebut diterapkan. Sejumlah usul pun muncul. Ada yang meminta pelarangan diberlakukan dalam jangka waktu belasan tahun hingga tiga dekade mendatang. "Mercedes mengusulkan 2030. Adapun Toyota menyarankan pada 2050," kata Staf Khusus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Hadi Mustofa Djuraid, Rabu, 30 Agustus 2017. Jonan kemudian memberikan tawaran. Pelarangan akan diberlakukan 23 tahun lagi dari sekarang atau pada 2040.

Baca: Pemerintah Cari Investor Kembangkan Mobil Listrik

Bukan tiba-tiba Jonan mengumpulkan para pemangku kepentingan industri otomotif nasional di Pulau Dewata. Pertemuan ini, menurut Hadi, merupakan salah satu puncak dari rangkaian rapat pembahasan teknis penyusunan Peraturan Presiden tentang Program Percepatan Kendaraan Listrik untuk Transportasi Jalan, yang dimulai pada 3 Juli lalu. Presiden Joko Widodo menunjuk Jonan memimpin tim persiapan dan penyusunan aturan tersebut. Penunjukan itu tertuang dalam surat Sekretariat Kabinet RI yang dikeluarkan pada 12 Juli lalu.Mobil listrik Tesla di IIMS 2017. TEMPO/Fajar Januarta. Instruksi ini bermula dari surat Jonan kepada Jokowi bertanggal 19 Juni. Isinya mengenai pelaksanaan program energi bersih. Dalam surat itu, Jonan menyinggung kondisi pasar otomotif di sejumlah negara yang mulai beralih ke kendaraan elektrik demi mengurangi emisi gas buang. Jonan mengambil contoh Norwegia, yang akan melarang penjualan mobil berbahan bakar bensin dan diesel di dalam negeri pada 2025. Negara-negara lain, seperti Jerman, Inggris, Amerika Serikat, dan India, akan menerapkan hal yang sama pada 2030.

Presiden memberi restu. Pembahasan soal rencana penyusunan peraturan dilakukan bersama Deputi Bidang Kemaritiman Sekretariat Kabinet pada awal Juli. Diskusi berlanjut bersama kementerian dan lembaga lain. Hingga pertemuan Bali, pemerintah setidaknya telah delapan kali membahas rancangan aturan mobil listrik. "Semuanya sudah dibahas, dari kebijakan fiskal, aturan teknis, hingga dukungan bagi industri kendaraan dan komponen," ucap Hadi.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) sebenarnya sudah mengusulkan kepada pemerintah agar segera menyusun aturan terkait dengan kendaraan listrik pada 2015. Ketua I Gaikindo Jongkie D. Sugiarto menceritakan, Presiden Jokowi sudah menyinggung soal mobil listrik saat menerima pengurus Gaikindo pada Oktober dua tahun lalu. "Waktu itu Pak Presiden sendiri yang bilang kita harus antisipasi perkembangan teknologi kendaraan listrik," ujar Jongkie, dua pekan lalu.Pengunjung memadati acara Tesla Model 3 saat diperkenalkan di California, AS, 28 Juli 2017. REUTERS

Gaikindo kemudian menyusun kajian skema fiskal agar mobil hemat energi yang memakai mesin listrik ataupun hibrida (gabungan mesin konvensional dan baterai) bisa dipasarkan di Indonesia dengan harga setara dengan mobil biasa. Gaikindo menggandeng Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat Universitas Indonesia. Kajian ini menghasilkan sejumlah rekomendasi. Di antaranya berupa harmonisasi tarif pajak kendaraan bermotor. Gaikindo memberikan kajian itu kepada Kementerian Perindustrian. "Kami minta pemerintah memberikan tarif pajak rendah untuk kendaraan hemat energi," kata Jongkie.

Sejak awal tahun, Gaikindo dan Kementerian Perindustrian rutin berdiskusi hampir 10 kali. "Yang paling sering dibahas adalah soal pajak," ujar Jongkie. Menurut dia, bila pemerintah ingin kendaraan berteknologi hibrida ataupun bertenaga listrik masuk ke Tanah Air, harus ada insentif berupa pemotongan atau penghapusan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Keberadaan PPnBM, kata dia, membuat harga mobil elektrik ataupun hibrida semakin mahal ketika masuk ke Indonesia.

Simak: BPPT Siap Dukung Pengembangan Mobil Listrik

Sebagai ilustrasi, produk sedan hibrida Toyota Prius, yang sudah dipasarkan di Jepang dan sejumlah negara lain, banderol aslinya Rp 300-400 juta. Ketika diimpor ke Indonesia, harganya melonjak menjadi lebih dari Rp 600 juta akibat terbebani aneka pajak. Harga produk hibrida ataupun elektrik, menurut Jongkie, masih mahal karena memakai teknologi baru yang relatif canggih dan belum umum digunakan. Sementara itu, untuk diproduksi di dalam negeri, pabrikan harus mendapat kepastian penyerapan pasar.

Sebelum Presiden menginstruksikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral merancang Peraturan Presiden tentang Mobil Listrik, Kementerian Perindustrian tengah merancang peta jalan produksi mobil listrik hingga 2025. Salah satu pembuka peta jalan itu adalah penerapan skema low carbon emission vehicle (LCEV). Skema ini dirancang sebagai salah satu instrumen untuk menurunkan kadar emisi gas buang di udara hingga 29 persen pada 2030. Tenggat ini merupakan hasil dari kesepakatan COP 21 Paris, yang diratifikasi pemerintah sejak 2015.

Eiichi Koito, Presiden Direktur PT Nissan Motor Indonesia, didampingi Masayuki Ohsugi, General Manager R&D Nissan Motor Indonesia. TEMPO/GRANDY AJI

Dalam skema LCEV ini, pemerintah akan memberikan insentif berupa pemotongan atau penghapusan PPnBM bagi produk kendaraan hibrida dan elektrik yang diimpor dari negara lain. Syaratnya: kendaraan yang mendapatkan insentif memiliki tingkat konsumsi bahan bakar minyak minimal 28 kilometer per liter. Meski akan memberikan insentif, pemerintah menargetkan produsen kendaraan bisa memproduksi mobil hibrida ataupun elektrik di dalam negeri mulai 2025. "Untuk tahap awal, tidak apa-apa impor agar pasarnya tercipta," ujar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan. "Tapi ke depan harus sudah dibuat di sini."

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan Presiden Joko Widodo sudah menyetujui rencana peta jalan produksimobil listrik. Pemerintah menjanjikan insentif fiskal berupa bea masuk komponen impor yang sangat rendah untuk produsen yang membuatmobil listrikdi dalam negeri. "Bea masuk akan kami turunkan hingga 5 persen untuk pabrik yang memproduksi mobil listrikdi dalam negeri," katanya setelah memaparkan road mapmobil listrikdi Istana Kepresidenan, pekan lalu.Soket charger listrik pada prototipe kendaraan listrik untuk angkutan perkotaan, di kawasan ITB pada acara ITB CEO Summit on Innovation, di Bandung, Jawa Barat, 22 Agustus 2016.  TEMPO/Prima Mulia

Di pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show pada pertengahan bulan lalu, beberapa produsen memamerkan sejumlah produk kendaraan hibrida dan listrik yang siap dipasarkan. Pabrikan asal Jepang, Nissan, berencana menyerahkan sejumlah unit kendaraan hibrida dan listrik kepada Kementerian Perindustrian. Wakil Presiden Direktur Nissan Motor Indonesia Davy Jeffry Tuilan menyebutkan penyerahan ini sebagai dukungan kepada pemerintah untuk mengembangkan kendaraan hemat energi dan rendah karbon di Tanah Air.

Kalangan akademikus meminta pemerintah tak serampangan memberikan insentif bagi produsen kendaraan bermotor listrik ataupun hibrida. Peneliti Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Muhammad Nur Yuniarto, yang memimpin proyek sepeda motor listrik buatan lokal, Gesits, menyatakan insentif sebaiknya hanya diberikan untuk kendaraan roda empat. "Secara teknologi, industri roda dua kita sudah siap memproduksi sepeda motor listrik," ujar Nur, yang juga hadir bersama Ignasius Jonan di Bali.Prototipe kendaraan listrik yang ditampilkan di kawasan ITB pada acara ITB CEO Summit on Innovation, di Bandung, Jawa Barat, 22 Agustus 2016. TEMPO/Prima Mulia

Jika insentif ini diberikan juga untuk industri sepeda motor, dia khawatir pasar akan dibanjiri produk impor. "Sepeda motor listrik buatan lokal akan sulit berkembang," katanya. Proyek Gesits akan jadi salah satu pionir kendaraan listrik Tanah Air. Rencananya produksi sepeda motor listrik yang dikembangkan bersama Grup Garansindo serta PT Wika Industri dan Konstruksi ini akan berproduksi pada 2018.

Adapun Wakil Presiden Direktur Toyota Astra Motor Henry Tanoto meminta pemerintah mempertimbangkan kesiapan infrastruktur untuk kendaraan hibrida ataupun elektrik. "Harus dipikirkan di mana dan bagaimana pengisian listriknya," ujarnya.

PRAGA UTAMA

Iklan

 

 

 

BERITA TERKAIT


Rekomendasi