
Chevrolet Captiva
TEMPO Interaktif, Jakarta: "Mau ngetes Captive diesel ama bensin nggak?" Kiki Fajar Harianto, Public Relations Manager PT GM Autoworld Indonesia (PT GMAWI), tiba-tiba menelepon Tempo akhir pekan lalu.
Wah, kebetulan, ajakan yang sulit ditolak. Soalnya, jarang-jarang bisa menjajal kedua SUV milik Chevrolet ini secara bersamaan. Jadilah Tempo menerima tantangan Kiki. Siapa takut....
GMAWI menyediakan Captiva 2.0L VDCi bermesin diesel dan Captiva 2.4L, yang bermesin bensin, keduanya bertransmisi otomatis. Tempo, yang pernah menguji varian bensin, memilih Captiva diesel, yang diluncurkan pertengahan April tahun ini.
Menggunakan sistem full-to-full, perjalanan kami diawali dari SPBU Pertamina Gatot Subroto. Tangki 65 liter di kedua Captiva diisi penuh dan penanda jarak pada speedometer dinolkan. Captiva diesel menggunakan Bio Diesel dan Captiva 2.4L diisi Pertamax.
"Pokoknya nggak ada trik-trikan. Bawa seperti biasa membawa sehari-hari, nggak perlu mematikan AC atau menjaga rpm. Macet, ya, ketemu macet, capek, ya, berhenti," kata Kiki.
Tak adanya trik terlihat dari pemilihan waktu dan jalur pengujian. Kami berangkat dari Jalan Gatot Subroto pada pukul 16.00 WIB. Jadilah kami menghadapi jalanan macet karena bertepatan dengan jam pulang kantor. Di sinilah justru keunikannya, karena Captiva jadinya benar-benar diuji dalam keadaan sebenarnya.
Jalur yang dipilih melewati pintu tol Pondok Gede, jalan tol Cikampek dan Cipularang menuju Bandung. Alasannya, inilah jalur yang banyak dipakai orang Jakarta jika menuju Bandung.
Dari Bandung, perjalanan kami selanjutnya menuju Ciwidey, tepatnya kawasan wisata Kawah Putih. Mobil berkapasitas 1.999 cc (daya 150 PS dan torsi 320 Nm) ini ternyata tenaganya tak habis-habis. Jalanan menanjak dan berkelok dilibas dengan nyaman, persneling pun tetap terpasang di D (drive).
Entakan dalam perpindahan gigi sama sekali tak terasa alias halus. Agak berbeda dengan mesin Captiva bermesin bensin, yang ada sedikit entakan dari gigi 2 ke gigi 3.
Dari Kawah Putih, kami sempat singgah ke Situ Patenggang sebelum kembali mengarah ke Bandung. Saat kembali ke arah Bandung, pengecekan pertama kami lakukan di daerah Soreang.
Hasilnya? Captiva diesel, yang mencatat perjalanan sejauh 260 kilometer, mengkonsumsi 1 liter untuk 10,6 km. Sedangkan Captiva bensin tercatat meminum pertamax 1 liter per 8,3 km. "Kirain diesel boros, ternyata justru irit," demikian komentar seorang teman.
Setelah diisi penuh dan penanda jarak pada speedometer dinolkan, kami menempuh perjalanan pulang kembali melewati jalan tol Padalarang. Di kilometer 62 Cikampek, tes kedua dilakukan. Ternyata jarak 180 kilometer kedua, tambahan Bio Solar di Captiva diesel hanya butuh 6,394 liter.
Artinya, di rute kali ini, Captiva hanya mengkonsumsi 1 liter per 12,1 km. Padahal perjalanan kembali ini mobil digeber rata-rata 120-160 km/jam. Sedangkan model bensin tercatat 1 liter per 12,2 km.
Inilah mengapa beberapa bulan terakhir peminat Captiva diesel meningkat cukup bagus. Sejak diluncurkan hingga September lalu, Captiva bermesin diesel, yang dibanderol Rp 292 juta, mencatatkan penjualan 541 unit. Sedangkan dua varian Captiva bensin (Rp 262 juta untuk manual dan Rp 274 juta untuk otomatis) terjual 816 unit.
"Sekarang banyak peminat Captiva bensin beralih ke diesel. Tiga bulan terakhir kami berani mentargetkan 120 unit per bulan," kata Harry Yanto, Business Planning, Product, and Order Manager PT GMAWI.
Raju Febrian
BOKS
Rute Jakarta-Bandung-Ciwidey-SoreangJarak 260 km- Captiva 2.0L VCDi: 1 liter untuk 10,6 km- Captiva 2.4L: 1 liter untuk 8,3 kmRute Soreang-Bandung-JakartaJarak 180 km- Captiva 2.0L VCDi: 1 liter untuk 12,5 km- Captiva 2.4L: 1 liter untuk 12,2 km