
PT Mabua Motor Indonesia mendatangkan Harley-Davidson Street 500 dan 750 ke Indonesia karena pecinta motor gede berkapasitas mesin 250 cc dan 500 cc sangat besar di Indonesia terutama di Jakarta. harley-davidson.com
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku industri sepeda motor mengungkapkan regulasi pajak penghasilan yang dikenakan kepada pembeli motor gede alias moge berpotensi menggerus pasar produk premium tersebut. Pemerintah diminta memberikan timbal balik yang sepadan.
Aturan pajak penghasilan (PPh) barang mewah itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.90/PMK.03/2015 tentang Perubahan Atas PMK No.253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli Atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.
Perbedaannya sangat siginifikan, terkait harga acuan, harga jual maupun jenis barang mewah.
Pada Pasal 1 ayat 2 huruf e, PMK No. 253/2008 hanya memuat aturan pajak terkait kendaraan bermotor roda empat. Jenis kendaraan dirincikan, yaitu pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5 miliar dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
Sementara itu, terdapat penurunan acuan harga pada pasal yang sama dalam peraturan perubahan. Dengan demikian, Pasal 1 Ayat 2 huruf e, PMK No. 90/2015 menyebutkan kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multipurpose vehicle (MPV), minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp2 miliar atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc.
Dalam aturan terbaru itupun terdapat penambahan, yakni pada pasal 1 ayat 2 huruf yang memasukkan kendaraan bermotor roda dua dan tiga harga jual lebih dari Rp300 juta, atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc. Sepeda motor jenis itu umumnya terbilang moge.
Presiden Direktur PT Mabua Harley Davidson (MHD) Djonnie Rahmat mengatakan kebijakan pajak yang diterapkan pemerintah seharusnya diiringi dengan timbal balik bagi pelaku industri.
Timbal balik itu seperti kemampuan pemerintah menyajikan infrastruktur jalan yang layak dari pendapatan pajak. “Itu timbal balik yang kami inginkan,” ujarnya, Senin (18/5/2015).