Setoran Pajak Otomotif ke Pemerintah Mencapai Rp 19 Triliun
Reporter: Tempo.co
Editor: Setiawan Adiwijaya
Kamis, 19 Januari 2017 15:11 WIB
Bagian depan mobil konsep Toyota C-HR yang dipamerkan dalam acara Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2016 di ICE BSD, Tangerang, Banten, 12 Agustus 2016. Pada bagian eksterior terdapat garis-garis tajam yang membuat tampilan Toyota C-HR menjadi agresif. TEMPO/Fajar Januarta
Iklan
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku industri memproyeksikan total nilai pasar roda empat pada tahun lalu mencapai Rp 231 triliun, dengan banderol rata-rata per unit mencapai Rp 220 juta.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sekretaris Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menilai hingga Desember, total penjualan domestik minimal mencapai 1,052 juta unit, sebagaimana perkiraan awal tahun. Selama ini rata-rata harga produk mobil di Indonesia hanya berkisar Rp 220 juta per unit.

“Jika ditanyakan berapa nilai pasarnya, tinggal dikalikan saja,” ujar Kukuh kepada Bisnis, Rabu 18 Januari 2017.

Baca Juga: Gaikindo Desak Pajak Mobil 4x4 Didrop Sampai 10 PersenDia tak menampik jika harga produk yang dipasarkan variatif, mulai dari Rp 120 juta hingga miliaran rupiah. “Tetapi penyumbang penjualan terbesar masih di level Rp 100 juta sampai Rp 300 juta,” ungkapnya.

Dengan capaian tersebut, maka penerimaan pemerintah baik pusat dan daerah diperkirakan mencapai Rp 91,18 triliun. Perkiraan itu didasarkan pada perhitungan simulasi harga jual yang dibayarkan konsumen.

Simak: Menanti Nissan Memoles Livina

Dari berkas simulasi yang disusun Gaikindo, untuk harga jual konsumen pertama-tama menanggung biaya registrasi Kepolisian berupa dokumen kendaraan sebesar 10 persen. Hasilnya, dari total transaksi mencapai Rp 232 triliun, maka biaya registrasi keseluruhan mencapai Rp 21,04 triliun.

Secara total, pembebanan biaya Kepolisian tersebut memangkas nilai transaksi menjadi Rp210 triliun yang merupakan omset bagi diler. Tanpa memperhitungkan margin yang disematkan diler, nilai transaksi itu mengandung pembebanan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Penghasilan Konsumen (PPh Konsumen), masing-masing 10 persen, 20 persen, dan 0,45 persen.

Besaran pajak yang dibayarkan pada tahap ini berdasarkan basis harga pabrik. Hasilnya, total pajak yang disetorkan dari transaksi hingga tahap diler mencapai Rp 49,1 triliun.

Pada urutan terakhir, nilai transaksi dari harga pabrik yang mencapai Rp 140,2 triliun termasuk adanya pembebanan bea masuk. Tarif terendah bea masuk mencapai 15 persen, sehingga total setoran ke pemerintah terkait ketentuan tersebut mencapai Rp 21,03 triliun.

Dengan menggabungkan total seluruh pungutan pemerintah tersebut, maka dari nilai transaksi mencapai Rp 231 triliun, terdapat Rp 91,1 triliun atau setara 39 persen nilai transaksi. “Jumlah perhitungan itu memang sederhananya demikian,” ungkapnya.

Sementara itu, Executive General Manager PT Toyota Astra Motor (TAM) Fransiscus Soerjopranoto, atau biasa disapa Soerjo, membenarkan hitung-hitungan tersebut. Bahkan, dia menganalisis dari nilai transaksi (harga diler dan volume pasar), pembebanan pungutan pemerintah bisa mencapai 40 persen. “Dengan begitu, industri otomotif punya kontribusi besar bagi penerimaan,” katanya.

 BISNIS.COM

Iklan

 

 

 

BERITA TERKAIT


Rekomendasi